Dalam kehidupan ini, kerapkali
kita dihadapkan dengan berbagai kejadian yang membuat kita merasa direndahkan
oleh orang lain. Banyak kejadian yang memungkinkan orang-orang di sekitar kita
untuk menganggap diri mereka lebih tinggi dari kita. Hal ini merupakan sesuatu
yang manusiawi. Kita tahu bahwa manusia pada hakikatnya adalah mahluk yang
kompetitif. Manusia memiliki ego dasar yang dimiliki untuk bertahan hidup.
Manusia selalu ingin menjadi lebih baik dari manusia lainnya atau paling tidak,
manusia ingin terlihat lebih baik dibandingkan dengan sesamanya. Jika kita
melihat kepada abad pertama manusia ada di bumi, hal ini berhubungan dengan
naluri setiap mahluk hidup untuk mempertahankan hidupnya. Untuk mempertahankan
hidupnya, manusia juga menjauhi sesuatu yang dianggap mengancam. Dalam
kehidupan modern, ego seringkali dihubungkan dengan pekerjaan seseorang. Untuk
memenuhi ego, manusia memiliki banyak cara. Salah satu cara yang paling sering
digunakan oleh manusia adalah dengan berusaha menjadi yang terbaik di
lingkungan pergaulannya. Banyak orang merendahkan orang lain dengan tujuan
untuk membuat dirinya terlihat lebih tinggi. Manusia juga cenderung merendahkan
orang lain yang dianggap berbeda dari kebanyakan orang. Hal ini berkaitan
dengan mekanisme pertahanan manusia. orang yang di cap ‘berbeda’ kerapkali
dianggap sebagai ancaman bagi lingkungan sosial. Manusia akan membenci sesuatu
yang dianggap sebagai ancaman. Perbedaan seringkali dianggap sebagai ancaman
yang menimbulkan rasa benci. Rasa benci kita terhadap seseorang tentu bisa
mendorong kita untuk merendahkan orang yang kita benci.
Dengan
sebuah kenyataan bahwa akan selalu ada kondisi dimana kita direndahkan oleh
orang lain, muncul sebuah pertanyaan besar. Apa yang harus kita lakukan jika
kita direndahkan oleh orang lain? Banyak orang berkata bahwa kita harus
membuktikan kepada mereka yang merendahkan kita. Banyak orang berkata kita
harus membuktikan kepada mereka dengan kesuksesan kita. Disini muncul lagi
sebuah pertanyaan besar yaitu apakah kita memiliki keharusan untuk membuktikan
dengan berbagai pencapaian-pencapaian yang kita raih? Banyak orang akan
mengatakan ‘ya’ pada pertanyaan ini. Hal ini disebakan karena sebagian orang
berfokus pada apa yang terlihat. Terlepas dari banyaknya orang yang masih
menjunjung tinggi prinsip ini, alangkah baiknya kita merenung. Coba kita
renungkan akan apa yang ada di dalam kendali kita dan apa saja yang berada di
luar kendali kita. Contoh yang paling sederhana adalah pendapat orang lain
tentang kita yang sudah jelas berada di luar kendali kita. Tempat dimana kita
dilahirkan, dari keluarga mana dan siapa saja orang-orang yang ada di
sekeliling kita merupakan contoh-contoh lain akan apa yang tidak bisa kita kendalikan.
Peristiwa-peristiwa diatas merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak.
Banyak orang mengartikan hal ini sebagai faktor keberuntungan. Seperti yang
kita tahu, yang menentukan suskses tidaknya kita sebenarnya tidak semata-mata
bakat kita. Ketekunan dan tempat serta waktu yang tepat adalah penentu
kesuksesan terbaik. Dari penjabaran diatas bisa kita ketahui bahwa sebenarnya
kesuksean seseorang tidak sepenuhnya berada dibawah kendali orang tersebut.
Banyak faktor eksternal yang memengaruhi kesuksesan seseorang
Dalam
sebuah buku yang berjudul ‘’Filosofi Teras’’, kita mengenal dikotomi dan
trikotomi kendali. Dikotomi kendali adalah sesuatu yang benar-benar berada di
luar kendali kita sedangkan trikotomi kendali adalah sesuatu yang sebagian
berada di bawah kendali kita dan sebagian tidak. Dalam kehidupan sehari-hari
seringkali orang tidak menyadari bahwa pencapaian seseorang sesungguhnya
merupakan trikotomi kendali. Meskipun sebenarnya lebih bijak jika kita
memperhatikan kedua aspek yaitu internal dan eksternal, masih banyak orang yang
hanya berfokus kepada salah satu faktor saja untuk mengejar sukses. Beberapa
artikel di internet menegaskan bahwa sesungguhnya kesuksesan seseorang
merupakan faktor keberungungan. Namun sebenarnya perlu diketahui bahwa dalam
kehidupan ini rasanya lebih baik jika kita berpegang pada prinsip trikotomi
kendali. Dengan berpegang pada prinsip trikotomi kendali, kita akan
memperjuangkan apa yang kita inginkan namun kita tidak akan merasa sedih jika
kesuksesan tidak kita dapatkan. Meskipun saya mengakui trikotomi kendali, saya
tetap membenarkan bahwa memang faktor di luar diri kita lebih memengaruhi
kesuksesan kita.
Jika
kita melihat lebih jauh mengenai trikotomi kendali, kita bisa menyebutkan
beberapa contoh. Jika kita dihadapkan pada situasi dimana kita sudah berusaha dengan
sekuat tenaga untuk memenangkan sebuah perlombaan namun hal ini tidak menjamin
kemenangan kita. Banyak yang berpikir bahwa kita dapat memenangkan sebuah
perlombaan dengan bekerja keras, menyiapkan strategi, menjaga kesehatan fisik
dan mental namun dibalik semua itu kita harus ingat bahwa ada hal yang di luar
kendali kita. Pertimbangan juri yang terkadang subjektif, siapa lawan kita dan
situasi yang ada di sekeliling kita saat kita berloma merupakan hal-hal yang
berada di luar kendali kita. Dua orang dengan kemampuan yang sama ditempatkan
dalam dua tempat. Yang satu berada di tempat dimana kemampuan orang-orang di
tempat tersebut dibawah kemampuan dirinya dan yang satu ditempatkan di tempat
yang kemampuan orang-orangnya diatasnya, tentu peluang kesuksesan lebih besar
pada seorang yang pertama. Apakah sebagai orang yang bukan berasal dari tempat
yang pertama maupun tempat yang kedua, kita akan menilai bahwa orang yang
pertama lebih baik daripada orang yang kedua karena kesuksesan yang kita lihat?
Jika jawabannya iya, coba renungkan kembali pernyataan-pernyatan diatas. Contoh
lain dari trikotomi kendali adalah ketika kita melihat seseorang yang tampaknya
tidak memiliki bakat yang baik namun karena ia berada di tempat yang mendukung
dia untuk menjadi yang terbaik, ia bisa menjadi seorang yang berprestasi. Melihat
fenomena ini, sudah saatnya kita menilai orang berdasarkan kualitas pribadinya,
bukan dengan kesuksesannya. Kesuksesan seseorang tidak menjamin bahwa orang
tersebut merupakan pribadi yang berkualitas.
Terlepas
dari perkataan banyak orang bahwa kita bisa merubah nasib kita seutuhnya, kita
tetap harus menyadari bahwa kita sebagai manusia hanya bisa berusaha. Bahkan kisah-kisah
manis seperti seorang underdog yang
tidak disukai berhasil sukses menjadi top
dog yang disukai kerap mewarnai tema novel ataupun lirik dari sebuah lagu. Namun
dalam kenyataannya tidak semua bisa seperti itu. Kisah-kisah motivasi dan lagu
yang berisikan motivasi hanya bisa membuat kita berjuang lebih keras. Perjuangan
belum tentu berujung kesuksesan, bisa saja orang tidak menghargai usaha kita,
sekeras apapun kita berjuang.
Orang-orang
yang direndahkan di lingkungan sosialnya cenderung didorong untuk membuktikan
kepada orang-orang yang merendahkan mereka dengan prestasi. Hal ini disebabkan
karena masih banyak orang yang mengasosiasikan bakat dan kelebihan-kelebihan
seseorang dengan prestasi yang ia raih, padahal sudah jelas bakat tidak selalu
menjamin bahwa seseorang akan sukses. Mengenai hal ini, kita harus menyadari
bahwa sebenarnya kesuksesan tidak sepenuhnya berada di dalam kendali kita.
Kesuksesan sesungguhnya merupakan trikotomi kendali yang melibatkan
keberuntungan dan usaha. Jika kita telah berusaha sekuat tenaga untuk meraih
kesuksesan tetapi ia tak kunjung datang, jangan bersedih. Disini perlu diakui
bahwa seringkali kesuksesan membutuhkan lebih banyak faktor di luar kendali
kita dibandingkan dengan faktor yang ada di dalam kendali kita. Yang perlu kita
lakukan adalah menaruh fokus pada hal-hal yang berada di bawah kendali kita
seperti pendirian kita yang baik, ketekunan kita, bakat kita dan hal-hal lain
yang bisa kita kendalikan. Jika anda adalah seorang yang sudah berjuang dan
berkali-kali gagal, jangan bersedih. Tugas anda adalah tetap berjuang dan
tunjukkan bahwa anda merupakan seorang yang gigih dan berkepribadian baik.
Coba kita pikir kembali, apakah adil jika kita
menilai seseorang dari kesuksesan atau prestasinya?